Rabu, 06 Februari 2013

M A A F

Assalamu Alaikum, Agung :)


     Bagaimana kabarmu di rumahmu yang baru? Semoga kamu nyaman disitu. Oiya, sudah sampai dimana perjalananmu? Pasti sudah jauh sekali bukan?
Agung, entah kenapa kamu selalu terlintas dalam pikiranku. Setiap aku diam, merenung, dan setiap lagu "kisah cinta" milik peterpan terputar di handphoneku, pasti air mataku menetes. Aku mengingatmu selalu, tapi apa kamu mengingatku juga di tempat itu? Kuharap iya.
     Oiya, kata maafku belum sempat aku ucapkan padamu kan? Kamu tahu? Itu jadi beban buatku hingga kini. Sekarang, bagaimana bisa aku mengucapkannya padamu? Kamu jauh, sangat jauh, bahkan sulit ku jangkau, kecuali jika nanti kita dipertemukan olehNya. Tapi, apa mungkin kita masih saling kenal nantinya? Atau adakah rencana Tuhan buat kita? Entahlah, aku takut jika membahas tentang itu. 
     Lewat surat ini, aku ingin sampaikan kata maaf, walau mungkin tak terbaca olehmu, tapi aku harap dengan adanya aku saat beberapa hari terakhir bersamamu, kamu anggap itu maafku dengan perbuatan yang mulia untukmu.
     Jauh sebelum pertemuan kita yang terakhir, saat aku dan kamu masih jadi kita, aku tak pernah memaafkan perbuatanmu sejak kita putus dulu, dan itu membuatku merasa bersalah hingga kini, karena aku yang memulai semuanya, permusuhan itu. Tapi saat kita dipertemukan kembali dengan kondisimu yang sudah berbeda saat itu, aku ingin menebus semua salahku. Aku ingin menemanimu, walau kamu artikan itu beda, terserah padamu. Kamu tampak kurus ya, kurus sekali. Wajahmu yang rupawan sedikit demi sedikit memudar, tak lagi seperti saat pertama bertemu denganmu, kasihan kamu.
     Aku senang, waktu berkunjung melihatmu di gedung yang aku tak sukai itu, aku banyak mengobrol dengan orangtuamu, kedua orangtua kita saling kenal ternyata, tapi sekarang situasinya beda. Aku dan kamu bukan kita lagi. Padahal dulu hubungan kita tak diketahui orangtua.
Saat aku ke rumahmu untuk pertama kali, sungguh, sedikitpun dirimu tak kukenali, kamu jauh berbeda, tampak kurus, kulitmu hanya seperti pembungkus tulang. Ya Tuhan, aku semakin tak tega melihatnya. Katamu saat itu, ingin selalu ada aku setiap hari di rumahmu, menemanimu, menemani hari-harimu yang sepi dan terbaring tak berdaya diatas kasurmu yang tampak tak empuk lagi, kamu tak sekuat dulu. Kamu kesepian ya? Tapi maaf, waktuku banyak tersita dengan rutinitas kampus, aku sudah kuliah, bukan anak SMA lagi, Gung :') 
     Ketika senja mulai nampak saat itu di rumahmu, sepertinya mengharuskan aku untuk pulang. Rasanya tak ingin meninggalkan rumahmu, aku masih kangen denganmu, masih ingin berbicang banyak hal, tapi melihatmu yang sudah terlelap, mengharuskanku untuk pulang, aku tak ingin mengusikmu. Aku ingin kamu beristirahat. Aku belum sempat pamit padamu, maka aku titipkan salamku untukmu pada orangtuamu, semoga beliau menyampaikannya kala itu.
     Beberapa hari tak bertemu, mungkin seminggu, aku dengar kabar buruk tentangmu dari Ibuku. Kamu pergi tanpa pamit padaku, pergi jauh, pergi untuk selama-lamanya, bahkan sulit ku jangkau dengan nyata. Hari itu menjadi kedua kalinya aku ke rumahmu, tapi sudah tak ada kamu, hanya jasad tak bernyawa, tanpa jiwa, kamu sudah terbaring tak berdaya, wajahmu yang rupawan tak kukenali lagi. Sebegitu sadis penyakit itu menggerogoti tubuhmu? Aku menangis dan aku pergi dengan sejuta rasa bersalah. Aku pergi tanpa mengantarmu ke "rumahmu yang baru". Ternyata hari itu, kala aku mengunjungi kamu di rumahmu, menjadi hari terakhir kita bersama, berbincang, walau cuma sebentar, dan menjadi pertemuan terakhir kita. Aku menyesal, menyesal tak menuruti apa yang kamu mau, menyesal tak mengunjungimu lagi dan lagi saat kamu memintaku untuk kembali datang menemanimu yang kesepian.
     Agung, maafkan aku, sampai saat ini aku belum sempat menjengukmu di "rumahmu yang baru", semoga kita dipertemukan di akhirat nanti agar kata maafku bisa ku utarakan padamu langsung. Agung, aku merindukanmu..:'(
Kamu seperti seorang kakak buatku dulu dan sampai kini..

*Teruntuk Alm. Agung Sunarya.
  Wafat: 21 Juni 2009, dengan penyakit kista di hati.. #Al-Fatihah#


^Surat kedua untuk lomba #7HariMenulisSuratPutus 

Sabtu, 02 Februari 2013

Jika hati bicara..

Dear kamu,

Aku menulis ini ketika aku dan kamu masih sejalan, jauh sebelum perjalanan kita berakhir, tapi aku menulisnya masih dalam hati saat itu. Kenapa? kamu bilang kenapa? itu semua karena aku tak pandai menyampaikannya ke kamu. Aku tahu, dari awal sebenarnya kamu tak ada rasa kan sama aku? hanya rasa tak enak, bukan? tapi asal kamu tahu saja, aku pun awalnya tak ada rasa sama kamu, bisa dibilang sama sepertimu. Tapi aku mencoba untuk bisa menjalaninya denganmu, berharap perasaan itu ada hingga aku benar-benar merasakan perasaan "sayang" padamu. Hanya saja, aku rasa kamu tak sepertiku, kamu hanya berusaha menjalaninya, berusaha menumbuhkan perasaanmu tapi sepertinya susah buatmu. Aku bilang begini itu karena sikapmu yang cuek bebek itu. 
Bagaimanapun perhatiannya aku ke kamu, tak sedikit melelehkan sikap cuekmu itu. Ini yang membuat hatiku bersikeras ingin memutuskanmu, bahkan mereka yang disekitarku pun menginginkannya. Tapi apa daya aku. Aku hanya seorang wanita yang mengagungkan perasaan, seorang wanita yang menjunjung tinggi kesetiaan dan seorang wanita yang memuja "memendam rasa". Yaa, aku tak mampu mengatakan "putus" padamu. Aku menunggu saat yang tepat, saat sebuah masalah muncul, dan itu masalahmu. Apa? kamu bilang dijodohkan? hahaa, jaman sekarang, kamu itu laki-laki, tapi tak apalah, ini bisa jadi batu loncatan untuk mengakhiri hubungan kita. Kamu tahu saat itu butiran bening air mataku mengalir, tapi di sudut hatiku yang tak pernah ku indahkan, aku merasa lega, kita akan putus. Sampai kamu mengatakan tak bisa memilih antara aku dan keputusan orang tuamu, dalam hati aku berkata "kita putus saja". Okee, kamu bilang tak bisa melanjutkan, dan aku anggap itu putus. Aku menangis, tapi ada sedikit ruang di hatiku yang meneriakkan "Aku bebas dari belenggu perasaan selama ini..!!!"
Ini kesalahanku, lidahku mungkin tak bisa mengatakan "kita putus" tapi hatiku selalu meneriakkan itu. Oiya, anggap saja kamu tak pernah bilang "tak bisa lagi melanjutkan hubungan ini", jadi melalui surat ini aku katakan "maaf, perjalananmu untuk mencoba menyayangiku sampai disini saja, kita putus yaa" :)
Dan kamu yang sekarang, berbeda dengan yang aku kenal dulu. Semua berubah, bahkan apa yang pernah kamu katakan dulu padaku, tak seperti kenyataannya sekarang. Perkataanmu sulit dipercaya lagi.
Okee, rasanya tak pantas lagi jari-jemari ini menari di atas keybord laptopku hanya untuk menuliskan segala tentangmu.

Aku dan kamu tak ditakdirkan, dan aku berharap tak pernah ditakdirkan untukmu..


^Surat Pertama untuk lomba #7HariMenulisSuratPutus